welcometo my site


kita sudah merasakan cinta jauh sebelum qta mampu mengucapkannya, namun terkadang kita lupa hal itu. yuu share cinta kita pada dunia kawaan,,, semangaat semoga blog saya memberikan banyak cinta untuk mu :)

Jumat, 04 November 2011

terapi realitas

A.Pendahuluan
Menuntut terciptanya kesehatan mental bagi klien dan memperkembangkan serta membina kepribadian yang sukses adalah merupakan tuntutan reality therapy.Kesehatan mental dan kepribadian yang sukses tersebut dapat dicapai dalam terapi yang dilakukan denagn cara memberi tanggung jawab kepada klien.
Reality therapy merupakan suatu bentuk hubungan pertolongan yang praktis, relatif sederhana dan lngsung. Reality therapi berprinsip bahwa seseorang dapat dengan penuh optimis menerima bantuan dari terapis untuk memenuhi kebutuhan –kebutuhan dasarnya dan mampu menghadapi kenyataan tanpa merugikan siapapun.teori ini juga lebih menekankan masa kini,maka dalam memberikan alternatif bantuan tidak usah melacak sejauh mungkin pada masa lalunya.sehingga yang dipentingkan bagaimana klien dapat sukses mencapai hari depannya.

B.    Biografi Tokoh
William Glasser adalah seorang psikiater yang mengembangkan konseling realitas pada tahun 1950-an. Gllassser mengembangkan teori ini karena merasa tidak puas dengan praktek psikiatri yang telah ada dan dia mempertanyakan dasar-dasar keyakinan terapi yang berorientasi kepada Freudian.
Glasser dilahirkan pada tahun 1925 dan dibesarkan di Cleveland, Ohio. Pada mulanya Glasser belajar dibidang teknik kimia di Universitas Case Institute Of Technology. Pada usia 19 tahun ia dilaporkan sebagai penderita shyness atau rasa malu yang akut
Pada perkembangan selanjutnya Glasser tertarik studi psikologi, kemudian dia mengambil program psikologi klinis pada Western Reserve University dan membutuhkan waktu tiga tahun untuk meraih gelar Ph.D ahirnya Glasser menekuni profesinya dengan menetapkan diri sebagai psikiater.
Setelah beberapa waktu melakukan praktek pribadi dibidang klinis Glasser mendapatkan kepercayaan dari California Youth Authority sebagai kepala psikiater di Ventura School For Girl. Mulai saat itulah Glasser melakukan eksperimen tentang prinsip dan teknik reality terapi.
Pada tahun 1969 Glasser berhenti bekerja pada Ventura dan mulai saat itu mendirikan Institute For Reality Theraphy Di Brent Wood. Selanjutnya menyelenggarakan educator treaning centre yang bertujuan meneliti dan mengembangkan program-program untuk mencegah kegagalan sekolah. Banyak pihak yang dilatih dalam lembaganya ini antara lain: perawat, pengacara, dokter, polisi, psikolog, pekerja social dan guru.
C.     Konsep Dasar
Willian Glasser dalam mengembangkan teori dan pendekatan Reality Therapi ini, berpijak pada filsafat yang hampir sama RET oleh Albert Ellis. Filsafat Glesser mengenai manusia yang lebih cocok dinyatakan dengan pandangannya terhadap hakikat manusia adalah sebagai berikut:
  1. Manusia mempunyai kebutuhan psikologis yang tunggal,yang hadir di seluruh kehidupannya.
  2. Ciri kepribadian yang khas pada masing-masing individu, menimbulkan dinamika tingkah laku yanfg menjelma dalam pola-pola tersendiri pada tiap individu
  3. Tiap orang mempunyai kemampuan yang potensialuntuk tumbuh dan berkembang sesuai pola-polanya yang sudah tertentu
  4.  Reality therapi tidak bersabndar pada hakikat itu sendiri, artinya individu itu tidak bisa me ndambakan potensi-potensi yang telah dimiliki dan dibawa sejak lahirnya untuk berkembang dengan sendirinya.
William Glesser mengemukakan Ciri-Ciri Reality Therapi, diantaranya:
  1. Menolak konsep adanya sakit mental pada setiap individu, tetapi yang ada adalah individu yang tidak bertanggung jawab dan tingkah laku tersebut masih dalam taraf mental yang sehat
  2. Berfokus pada tingkah laku yang nyata untuk mencapai tujuan yang akan datang dengan penuh optimis
  3. Berorientasi pada keadaan yanga kandatang , dengan fokus pada tingkah laku sekarang yang adpat di ubah, diperbaiki, dianalisis dan ditafsirkan.
  4. Menekankan betapa pentingnya nilai.
  5. Tidak menegaskan transfer dalam rangka mencari usaha untuk mencapai kesuksesan.
  6. Menekankan aspek kesadaran dari klien yang harus dinyatakan dalam tingkah laku tentang apa yang harus dilakukan klien.serta mengikutsertakan klien dalm merencanakan pola tingkah laku mendatang.
  7. Menghapuskan adanya hukuman yang diberikan kepada individu yang mengalami kegagalan,dan sebagai ganti hukuman tersebut adalah menanamkan disiplin yang disadri maknanya dan dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang nyata.
  8. Menekankan konsep tanggung jawab.
D.    Tujuan Konseling
Tujuan konseling dapat dinyatakan sebagai berikut:
    1. Menolong individu agar mampu mengurus dirinya sendiri atu mandiri ,artinya agar individi tersebut dapat membuat keputusan yang tepat dari pola tingkah laku yang dibuatnya untuk mencapai masa datang yang lebih baik.
    2. Mendorong klien agar berani bertanggung jawab serta memikul resiko atas segala hal yang dilakukanya.
    3. Mengembangkan rencana-rencama yang nyata dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
    4. Tingkah laku yang sukses dapat dihubungkan dengan pencapaian kepribadian yang sukses
    5.  Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran sendiri.
E.     Keterampilan Yang Digunakan
Ketrampilan yang digunakan dalam pendekatan ini antara lain ketrampilan penampilan konfrontasi membuka percakapan, identifikasi perasaan, paraphrasing, refleksi perasaan, konfrontasi, meringkas dan menutup percakapan.
F.     Teknik Yang Digunakan
Dalam pendekatan Reality ini ,menggunakan tiga teknik antara lian: Teknik yang digunakan antara lain:
1.      Menggunakan humor yang mendorong suasana yang segar dan relax
2.      Menolong klien untuk merumuskan tingkah laku apa yang akan diperbuatnya.
3.      Menggunakan terapi ejekan yang pantas untuk mengkonfrontasikan klien dengantingkah lakunya yang tak pantas.


G.                                PENGGUNAAN TERAPI REALITAS DALAM KONSELING
Dewasa ini kita diperhadapkan dengan berbagai krisis kehidupan. Beban yang harus dipikul oleh sementara orang terasa begitu berat sebagai akibat dari persoalan yang datang silih berganti seakan-akan tiada akhirnya. Peristiwa-peristiwa seperti: bencana alam, krisis ekonomi berkepanjangan, ketiadaan lapangan pekerjaan, pemutusan hubungan kerja (PHK), persoalan rumah tangga serta seabrek persoalan kehidupan lainnya merupakan realitas yang tidak bisa disangkal.
 Situasi demikian diperburuk oleh melambungnya harga barang dan jasa, sementara rendahnya daya beli maupun merosotnya nilai mata uang kita semakin menambah berat beban hidup masyarakat kelas bawah. Belum lagi masalah pemukiman dan kebutuhan primer masyarakat miskin di kota-kota besar yang acapkali datang bersamaan. Bayangkan saja, jika sebuah keluarga miskin yang bermukim di kota besar suatu ketika harus menghadapi kenyataan masa kontrak rumahnya berakhir atau digusur; pada saat bersamaan ia sedang menganggur, anggota keluarganya ada yang sakit sedangkan kebutuhan makan-minum pun tidak ada lagi.
Realitas kehidupan seperti ini menyebabkan banyak orang yang mengalaminya mengambil jalan pintas, menghalalkan segala cara, masa bodoh dan apatis, pesimis menghadapi hari esok. Bermacam-macam perilaku yang tidak bertanggungjawab disertai tindak kriminalitas merupakan hal yang mudah terjadi dalam masyarakat. Tak jarang pula ada yang harus mengalami gangguan emosional seperti, putus asa, stress. depresi, bunuh diri untuk mengakhiri kekalutan hidupnya.
Jika konseling dipandang sebagai sebuah proses pertolongan kepada konseli agar mampu mengatasi persoalan yang dihadapinya, maka kita dapat menggunakan sumber-sumber maupun instrumen konseling yang memadai untuk tujuan dimaksud.
Sehubungan dengan hal itu, Gerald Corey dalam bukunya, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, mengatakan bahwa terapi realitas adalah suatu sistem yang difokuskan kepada tingkah laku sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengkonfrontasikan klien dengan cara-cara yang bisa membantu menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Inti terapi realitas adalah penerimaan tanggung jawab pribadi, yang dipersamakan dengan kesehatan mental.
 Terapi realitas yang menguraikan prinsip-prinsip dan prosedur-prosedur yang dirancang untuk membantu orang-orang dalam mencapai suatu “identitas keberhasilan” dapat diterapkan pada psikoterapi, konseling, pengajaran, kerja kelompok, konseling perkawinan, pengelolaan lembaga dan perkembangan masyarakat. Terapi realitas meraih popularitas di kalangan konselor sekolah, para guru dan pimpinan sekolah dasar dan menengah, dan para pekerja rehabilitasi.
Sedangkan menurut Paul D. Meier, dkk., terapi realitas yang diperkenalkan oleh William Glasser memusatkan perhatiannya terhadap kelakuan yang bertanggung jawab, dengan memperhatikan tiga hal (3-R): realitas (reality), melakukan hal yang baik (do right), dan tanggungjawab (responsible).
Individu harus berani menghadapi realitas dan bersedia untuk tidak mengulangi masa lalu. Hal penting yang harus dihadapi seseorang adalah mencoba menggantikan dan melakukan intensi untuk masa depan. Seorang terapis bertugas menolong individu membuat rencana yang spesifik bagi perilaku mereka dan membuat sebuah komitmen untuk menjalankan rencana-rencana yang telah dibuatnya.
 Dalam hal ini identitas diri merupakan satu hal penting kebutuhan sosial manusia yang harus dikembangkan melalui interaksi dengan sesamanya, maupun dengan dirinya sendiri. Perubahan identitas biasanya diikuti dengan perubahan perilaku di mana individu harus bersedia merubah apa yang dilakukannya dan mengenakan perilaku yang baru. Dalam hal ini terapi realitas dipusatkan pada upaya menolong individu agar dapat memahami dan menerima keterbatasan dan kemampuan dalam dirinya.


  1. Pokok-Pokok Pemikiran Terapi Realitas
    1. Pendapat tradisional yang beranggapan bahwa seseorang berperilaku tidak bertanggungjawab disebabkan oleh gangguan mental ditolak oleh Glasser. Justru ia berpendapat bahwa orang mengalami gangguan mental karena ia berperilaku tidak bertanggungjawab. Terapi realitas menekankan pada masalah moral antara benar dan salah yang harus diperhadapkan kepada konseli sebagai kenyataan atau realitas. Terapi realitas menekankan pertimbangan menyangkut nilai-nilai. Ia menekankan bahwa perubahan mustahil terjadi tanpa melihat pada tingkah laku dan membuat beberapa ketentuan mengenai sifat-sifat konstruktif dan destruktifnya.
    2. Pengalaman masa lalu diabaikan karena terapi realitas mengarahkan pandangan penilaiannya pada bagaimana perilaku saat ini dapat memenuhi kebutuhan konseli. Dengan kata lain terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang. Meskipun tidak menganggap perasaan dan sikap tidak penting, tetapi terapi realitas menekankan kesadaran atas tingkah laku sekarang. Terapi realitas adalah proses pengajaran (teaching process) dan bukan proses penyembuhan (healing process). Itu sebabnya terapi realitas sering menggunakan pula pendekatan kognitif dengan maksud agar konseli dapat meneyesuaikan diri terhadap realitas yang dihadapinya
    3. Faktor alam bawah sadar sebagaimana ditekankan pada psiko-analisis Freud tidak diperhatikan karena Glasser lebih mementingkan “apa” daripada “mengapa”-nya.
    4. Terapi realitas menolong individu untuk memahami, mendefinisikan, dan mengklarifikasi tujuan hidupnya.
    5.  Terapi realitas menolak alasan tertentu atas perbuatan yang dilakukan. Misalnya, orang yang mencuri tidak boleh beralasan bahwa ia terpaksa atau kepepet, dsb.
    6. Terapi realitas transferensi yang dianut konsep tradisional sebab transferensi dipandang suatu cara bagi terapis untuk tetap bersembunyi sebagai pribadi.. Terapis bisa menjadi orang yang membantu para klien dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sekarang dengan membangun suatu hubungan yang personal dan tulus.
b.                                          Penggunaan Terapi Realitas dalam Pelayanan Konseling
Paul Meier, dkk., mengatakan bahwa terapi realitas tampaknya memiliki pengaruh yang besar terhadap konseling karena menekankan tanggung jawab individu dan berusaha membedakan apa yang benar dan salah. Para psikoterapis umumnya hanya menyerukan dengan lantang kepada konseli untuk menghadapi kenyataan, melakukan yang terbaik dan bertanggungjawab, namun mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar klien. Karena itu seorang konselor, juga berusaha memenuhi kebutuhan dasar konseli: kasih dan rasa berharga (love and self-worth).
Berdasarkan pemikiran tersebut maka signifikansi selektif terapi realitas yang dapat digunakan dalam pelayan konseling, antara lain:
  1. Perubahan perilaku. Glasser beranggapan bahwa perilaku yang tidak bertanggungjawab dari seorang konseli sebagai penyebab gangguan mental sebenarnya sejalan dengan asumsi konseling. Larry Crabb mengatakan bahwa manusia bertanggungjawab untuk percaya pada kebenaran yang akan menghasilkan perilaku yang bertanggungjawab yang akan menyediakan baginya makna, pengharapan dan kasih yang berfungsi sebagai penuntun kepada hidup yang lebih efektif dengan orang lain sebagaimana dengan dirinya sendiri. Crabb lebih lanjut mengatakan bahwa manusia tidak bertanggungjawab dalam hidupnya karena berusaha untuk mempertahankan diri terhadap rasa tidak aman dan tidak signifikan.
  2. Berpatokan pada nilai benar dan salah. Konseling terhadap individu yang mengalami berbagai persoalan kehidupan dewasa ini harus tetap berpatokan dan menjunjung tinggi nilai benar dan salah.
  3. Pengalaman masa lalu konseli tidak boleh dijadikan alasan dalam menghadapi realitas kehidupan. Terapi realitas menolak mengaitkan masa lalu dengan rasa bersalah (guilty feelings), maka hal ini merupakan sesuatu yang positif agar konseli berani melangkah menghadapi kenyataan sekarang. Demikian pula masa lalu seseorang yang meninggalkan trauma bisa dihindari dengan cara konselor membantu konseli untuk melupakan pengalaman buruk di masa lampau. Misalnya, orang yang pernah mengalami pemutusan hubungan kerja harus ditolong untuk menyingkirkan trauma itu. Ia tidak boleh beranggapan bahwa bila bekerja lagi pasti akan kena PHK sehingga ia memilih untuk berdiam diri dan menyesali nasib. Konselor perlu memotivasinya untuk mencari pekerjaan baru demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Kegagalan di masa lampau tidak seharusnya menjadi alasan untuk menghindari realitas kehidupan. Meskipun begitu, Gary Colins mengingatkan bahwa pengalaman-pengalaman hidup masa lalu (past life experiences), terutama peristiwa-peristiwa yang terjadi di usia dini, acapkali menambah angka stress yang menimbulkan suatu krisis. Sebagai seorang konselor, kita harus menolong konseli untuk memahami bahwa ia memiliki kemampuan untuk mengontrol jalan hidupnya, tetapi ia tidak harus dibanjiri oleh perasaan ketiadaan harapan dan tidak bisa ditolong
  4. .Terapi realitas menolak alasan pembenaran terhadap perbuatan tertentu sangat positif untuk dijadikan perhatian dalam konseling. Kecenderungan untuk mencari kambing hitam dengan menuding orang lain atau mencari-cari alasan untuk membenarkan perbuatannya harus ditolak. Contoh, seorang suami yang berselingkuh dengan wanita lain tidak selayaknya menggunakan alasan “khilaf” untuk membenarkan perbuatannya. Ia tidak boleh menjadikan kekurangan istrinya, atau ketidak-harmonisan rumahtangga sebagai alasan perbuatan yang dilakukannya.
  5. Pemikiran terapi realitas yang memfokuskan upaya pertolongan kepada konseli agar dapat memahami dan menerima keterbatasan dirinya perlu dikembangkan dalam konseling. Sebagai contoh, orangtua yang tidak mampu secara ekonomi dan finansial untuk menyekolahkan anak-anaknya kerap tidak mau menerima dirinya sebagai orang yang kurang mampu demi gengsi. Bahkan ia akan menolak bantuan yang diberikan dengan tulus oleh pihak lain terhadap dirinya atau keluarganya. Konseli seperti ini perlu disadarkan akan pentingnya kejujuran terhadap diri sendiri dan terbuka terhadap pertolongan Tuhan yang disalurkan melalui orang lain
  6. .Melalui terapi realitas konseli dibantu untuk merubah cara berpikir dan paradigma lama yang dianutnya dengan kukuh. Cara berpikir, paradigma yang dianut, serta sikap kaku yang cenderung menutup diri terhadap realitas yang tumbuh dan berkembang di sekitar kita acapkali menjadi pemicu lahirnya berbagai konflik menyangkut sistem nilai, dan sebagainya.
Terapi realitas yang menekankan kelakuan konseli yang bertanggungjawab terhadap realitas, perbuatan baik dan tanggungjawab; pada dasarnya erat kaitannya dengan pemenuhan lima kebutuhan dasar manusia yang dibuat oleh Abraham Maslow, sebagaimana dikutip oleh Larry Crabb, yaitu:
  1. kebutuhan fisik (physical): adalah unsur-unsur penting untuk memelihara kehidupan fisik manusia (makan-minum,tempat tinggal, dsb).
  2. Rasa aman (security/physical security): kayakinan bahwa kebutuhan fisik kita akan tersedia pada hari esok.
  3. Kasih (love): yang disebut rasa aman.
  4. Tujuan: signifikansi
  5. Aktualisasi diri: ekspresi kualitas terbaik manusia: mengembangkan diri secara penuh, kreatif, ekspresi diri pribadi.
Dengan menggunakan terapi realitas seorang konselor menolong konseli untuk dapat mengatasi persoalan kehidupan yang dihadapi dan secara bertanggungjawab melakukan hal-hal yang baik bagi dirinya berdasarkan realita yang dihadapinya.
Sebagai contoh, pertolongan yang hendak dilakukan oleh seorang konselor terhadap seorang suami yang sedang tidak memiliki pekerjaan. Kepada klien tersebut dibimbing untuk menerima kenyataan bahwa ia sedang tidak bekerja (jobless) sehingga dengan sendirinya ia tidak memiliki penghasilan pula. Di sisi lain ia harus diingatkan untuk bertanggungjawab terhadap anggota keluarganya. Hal terbaik yang dapat dilakukannya adalah mencari pekerjaan atau melakukan pekerjaan apa saja, yang penting halal untuk menghidupi keluarganya. Sementara proses pertolongan demikian dilakukan, seorang konselor pada waktu bersamaan membangun kembali identitas diri sang suami agar ia tidak merasa minder, tidak mandek (burn-out) apalagi merasa tidak berguna lagi sebagai seorang suami yang gagal menghidupi keluarganya. Seorang konselor menjadi mediator baginya untuk menghubungkan dengan orang lain yang memiliki peluang untuk merekrut atau mempekerjakan orang tersebut. Atau paling tidak ia dapat menghubungkan dengan pihak-pihak lain yang kemungkinan bisa menolongnya keluar dari krisis kehidupan yang dialaminya.
Pada kasus lain di mana seorang mantan direktur yang jatuh bangkrut, diliputi oleh rasa putus asa sehingga tidak lagi mau melakukan apapun demi kehidupannya dan keluarganya. Permasalahannya adalah bahwa ia tidak bisa menerima kenyataan bahwa ia sekarang miskin, bukan lagi direktur yang memiliki segala-galanya. Gaya hidupnya masih ingin dipertahankan sebagai orang kaya: hidup mewah, makan enak, foya-foya, dsb. Padahal ia tidak lagi memiliki penghasilan untuk yang memadai untuk mendukung gaya hidup seperti itu. Tragisnya, mantan direktur ini tidak mau menerima tawaran pekerjaan dari konselor yang ingin membantunya keluar dari krisis yang dihadapinya, bila gaji yang akan diterimanya tidak setara dengan apa yang pernah diterimanya sebagai seorang direktur. Dalam kasus ini agaknya terapi realitas sangat relevan untuk menolong klien tersebut agar dapat menerima realita yang kini berada di pelupuk matanya.
Kasus-kasus konseling sebagaimana dikemukakan di atas mewakili sekian banyak permasalahan konseling yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari akhir-akhir ini. Dalam kaitan tersebut Singgih D. Gunarsa menandaskan bahwa terapi realitas bertujuan untuk memberikan kemungkinan dan kesempatan kepada klien untuk bisa mengambangkan kekuatan-kekuatan psikis yang dimilkinya untuk menilai perilakunya sekarang dan apabila perilakunya tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, maka perlu memperoleh perilaku baru yang lebih efektif. Perilaku yang dimaksud adalah kebutuhan dasar manusia, yakni :kasih sayang dan merasa diri berguna (love & self-worth).
Terapi dengan menggunakan pendekatan terapi realitas secara aktif membantu klien memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Langkah-langkah yang dilakukan dalam realitas terapi adalah membangun relasi yang hangat, pribadi dan bersahabat antara konselor dengan konseli yang diwarnai pula oleh sikap saling memahami dan menerima. Keuntungan dari terapi realitas tampaknya terletak pada jangka waktu terapi yang relatif singkat dan berurusan dengan masalah-masalah tingkah laku sadar. Konseli diperhadapkan pada keharusan mengevaluasi tingkah lakunya sendiri dan membuat pertimbangan nilai.
Di samping itu terapi realitas menekankan agar orang bertanggungjawab atas perilakunya, melihatnya secara kritis, bertanggungjawab atas perbuatannya, serta berjanji untuk mengubahnya. Konseli harus berani menghadapi situasi saat ini daripada berupaya menghindarinya dengan cara yang destruktif.

Daftar pustaka
Corey, Gerald. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (terj.) (Bandung: Eresco,
1988).
Gunarsa, Singgih D. Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992)
Pujosuwarno,Dr. Sayekti, Berbagai Pendekatan Dalam Konseling,1993, menara mas offset, Yogyakarta.
Latipun. 2004. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press.
http://counselingc1.blogspot.com/2010/04/aplikasi-terapi-realitas-dalam-kelompok.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar